Wednesday, August 22, 2007

SUSAHNYA JADI CALON AYAH

Satu ketika saya dikabari positif oleh istri saya... Wah senang dong.
Satu ketika saya dikabari dokter bahwa istri saya harus bedrest... Wah mulai cemas.
Satu ketika saya tanya dokter, "Dok, memangnya bedrest itu tidak boleh ngapain saja sih?"
Dokter menjawab, "Ya... tidak boleh ngapa-ngapain."
"Termasuk tidak boleh nyapu, nyuci piring, masak, dan beres-beres kamar juga?" Saya kejar tuh dokter.
"Ya iyaaaaaaaaaaaa lahhh, termasuk masnya juga harus 'puasa', gitu maaaas!", kata dokter kalem.
"Waduuhhhh gaswat nihh, saya harus pontang-panting nih."
"Ya iyaaaaaaaaaaa lahhh, emang enak jadi calon ayah?"
"Waah dokter bisa aja..." Saya tersenyum hambar.

Satu ketika saya harus mengerjakan rutinitas sehari-hari ditambah rutinitas yang biasa dilakukan oleh istri saya.

Satu ketika saya bilang ke seorang wanita rekan kerja saya yang kira-kira baru 2 bulan ini melahirkan anak pertamanya, "Ternyata, susah ya jadi calon ayah."
Seketika itu juga dia menjawab, "Ternyata, susah juga loh jadi calon ibu."

"Wah... wah... nikmatnya hidup ini. " (Jaka sembung bawa peuyeum euy... kagak nyambung atuh euy!!!)



MUT-MUTAN VS MUTUNG-MUTUNGAN

Tulisan "VS", atau "versus" pada judul di atas, sebenarnya hanyalah sebuah kata yang saya gunakan untuk membedakan saja antara mut-mutan dan mutung-mutungan. Mut-mutan buat orang Jawa mungkin sudah banyak yang tahu artinya, kurang lebih artinya moody (bukan moody koesnaedi lohh, red). Sementara mutung-mutungan lebih jelas sisi negatifnya. Sebenarnya dengan kata "mutungan" saja orang bisa langsung paham artinya orang yang gampang mutung, atau orang yang gampang marah atau gampang kesal. Misalnya ketika dalam sebuah meeting, orang yang mutungan akan dengan cepat WO atau wolkout ketika pendapatnya tidak disetujui oleh forum. Jelek banget kan?
Nah... mut-mutan atau moody, nilainya bisa lebih positif daripada mutungan. Orang yang moody atau mut-mutan biasanya akan dengan mudah semangat ketika menghadapi suatu pekerjaan, tapi bisa juga tidak semangat sama sekali tanpa alasan.
Sekarang saya mau bertanya pada Anda, apakah Anda termasuk orang yang mut-mutan atau yang mutung-mutungan? Kalau saya tanya sama teman-teman saya di grup Indonesia Friendster yang gelo-gelo itu, pasti jawaban mereka "mau tauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu ajah". Nah, bagaimana dengan Anda?
Kalau anda termasuk orang yang mut-mutan, SELAMAT !!!, berarti Anda sama dengan saya. Kita senasib sepenanggungan!!! Saya saja ketika menulis tentang hal ini, dalam keadaan sedang mood. Kalau tidak mood atau mut, mana mungkin saya bisa menulis ini, hehe...

Monday, August 20, 2007

PENGAMEN JADI SATPAM

"Hei... Arma Sebelas !!"
Saya menjawab sapaannya dengan tersenyum, sambil mengingat siapa orang itu.
"Hmmm... Arma Sebelas, radio tempat dulu saya kerja", masih berpikir.
"Heiiiii, saya ingat, dia itu orang yang dulu sering ngamen di bis kota jalur 15, tapi sekarang kemana style pengamennya, kemana topi merahnya, kemana sandal jepitnya, kemana jeans dan kaos oblongnya??? !!"
Semuanya berubah jadi stelan biru tua, gagah dengan sepatu PDH militer.
"Setelah lama di Jakarta, saya sekarang di sini, tuhh di kantor Esia yang bentar lagi mau launching", sambil menunjuk ke arah gedung baru di belakang kami.
Dia dulu sempat cerita mendapat hasil yang lumayan, dengan bekerja sebagai pengamen. Katanya, lumayan untuk menafkahi istri.
"Sekarang anakku sudah dua, mas..." Katanya sambil tersenyum.
Dari seragamnya saya tahu, dia sekarang menjadi seorang satpam di kantor Esia Jogja, persis di belakang warung tenda Soto Pak Marto jalan Diponegoro (yang tempenya khas, gurih dan kering).
Karena sudah delapan tahun tidak bertemu, kami berdua lupa nama masing-masing. Dia menyebut namanya, Ardan. Ya..saya ingat sekarang. Dulu mas Ardan ini, salah seorang pengamen yang sering saya ajak ngobrol. Dia banyak cerita tentang bagaimana kehidupan di jalanan, bagaimana dia bisa berani menikah walaupun masih bekerja sebagai pengamen.
"Orang kalau udah hidup di jalanan, lupa mas... Di jalanan itu dapat uang gampang, rata-rata 50 ribu sehari dapet, jelek-jeleknya 15 ribu laaahhh", katanya delapan tahun yang lalu.
Tidak terasa, dua porsi pesanan soto saya sudah selesai disiapkan Pak Marto. Waktunya pulang, saya menengok ke pos Jaga satpam Esia. Mas Ardan, sang satpam tersenyum dan hormat dengan gaya militer, dan saya pun membalasnya. Nguuung.. saya tancap gas.
Ternyata benar, nasib orang dapat saja berubah, dari pengamen menjadi seorang satpam.
Google