Thursday, February 04, 2010

SIAP NAIK DAN TENGGELAM

Mengejar popularitas seperti mengejar matahari saat pagi atau siang hari, perlahan tapi pasti matahari itu akan berjalan tergelincir menuju ufuk barat dan akhirnya tenggelam. Banyak fenomena yang kita lihat sekarang, para pesohor, artis, band, penyanyi, politisi, bahkan sampai pejabat, yang semula begitu populer, dengan seketika ketenarannya memudar dan hilang menyisakan kenangan.

Lihat saja, fenomena anak band seperti zaman Koesploes (kalau di barat ada The Beatles) sampai Sheila on 7. Semuanya pasti tenggelam seiring dengan bertambahnya umur sang personel atau karena karya-karyanya yang tidak lagi diterima oleh zamannya. Waktu memang terus berlalu, sampai-sampai Iwan Fals mengatakan sang waktu itu sombong, Peterpan berkata ’Tak Ada Yang Abadi’. Tapi, dibalik semua itu ada sedikit ketenangan yang terbersit karena kesadaran Band Ungu yang menulis ”Demi Waktu” dan Utha Likumahuapun tidak kalah dengan melantunkan ”Esok kan Masih Ada”. Kata Ebiet G Ade ”Tinggal bagaimana kita menghayati”, dan semuanya akan bertemu di satu titik seperti yang diabadikan Opick dalam lagunya ”Bila Waktu T’lah Berakhir”. Dan jangan lupa Kla Project sempat pula menyitir dengan menggubah lagu ”Waktu Tersisa”.

Grup Raihan dari Malaysia pun tidak mau ketinggalan dengan membuat lagu pembangun jiwa berjudul Demi Masa yang liriknya begini:

Demi masa sesungguhnya manusia kerugian
Melainkan yang beriman dan beramal sholeh
Demi masa sesungguhnya manusia kerugian
Melainkan nasehat kepada kebenaran dan kesabaran

Gunakan kesempatan yang masih diberi moga kita takkan menyesal
Masa usia kita jangan disiakan kerna ia takkan kembali

Ingat lima perkara sebelum lima perkara
Sehat sebelum sakit
Muda sebelum tua
Kaya sebelum miskin
Lapang sebelum sempit
Hidup sebelum mati

Begitulah adanya... waktu memang tidak bisa dihentikan, misalnya seperti di film-film Hollywood dengan menggunakan Time Machine atau sejenisnya. So... kita buat saja sesuatu yang bermanfaat selagi masih ada waktu dan belum tenggelam. Sewaktu berada di atas, jangan lupa untuk menahan diri dari narkoba (nanti kayak Sammy Kerispatih loh...). Yang terpenting adalah mempersiapkan diri sebaik mungkin saat masa tenggelam (yang terkait dengan popularitas ataupun menuju keabadian) itu datang. Bagaimana, sudah siap untuk tenggelam? Berikan jawaban Anda dengan mengklik kata komentar di bawah ini.

Wednesday, February 03, 2010

Curhat Sang Presiden

Ada politisi yang bilang politik melankolis, ada juga yang bilang presiden jangan sering curhat. Tapi ada juga nada pembelaan, misalnya dengan pertanyaan, apa demokrasi harus seperti itu? Apakah dengan demo membawa kerbau bernama Si Lebay itu mencerminkan sikap kritis yang terpuji, dan seterusnya.

Terlepas dari itu semua, melihat jejak popularitas SBY di panggung politik Indonesia memang sangat menarik. Bagaimanapun juga, naiknya sang presiden tidak terlepas dari politik pencitraan yang terkesan teraniaya, terdzolimi, terfitnah dan sebagainya. Hal ini juga tidak lepas dari pengaruh dan peran media yang bisa membuat opini publik dengan sangat hebat. Lebih detilnya coba klik di sini.

Di negeri yang mayoritas sudah punya pesawat TV ini, tentu pemberitaan dari media audio visual ini sangat menentukan. Lihat saja bagaimana, popularitas SBY yang naik saat dikatakam seperti anak kecil oleh Taufik Kiemas dan terkesan dipinggirkan saat menjadi menteri pada kabinet Megawati. Serta-merta rakyat bersimpati kepada SBY kala itu. Dan terbukti dengan kemenangannya di saat Pemilu langsung.

Nampaknya, orang-orang di sekeliling presiden asli Pacitan ini juga banyak terdapat orang-orang yang sangat paham akan budaya Indonesia, mungkin saja di antara mereka ada sejumlah budayawan atau antropolog yang memang sangat paham karakter umum orang Indonesia. Bangsa Indonesia sejak dulu memang dikenal bangsa yang ramah, sopan, lebih suka menggunakan gaya bahasa sindiran daripada mengkritik, tidak suka melihat orang teraniaya dizholimi terintimidasi dan difitnah.

Nah, mungkin sekarang perbedaannya adalah kalau dulu SBY belum jadi presiden dan sekarang sudah menjadi presiden. Yang namanya presiden curhat pasti dijadikan headline news. Apa dampaknya? Lagi-lagi kemungkinan besar rakyat bersimpati dan popularitas kembali naik. Tapi, apa hasilnya jika curhat cenderung over dosis? Wallahu’alam, kita lihat saja. Apakah rakyat akan terus bersimpati atau sebaliknya. Ketika Pak SBY curhat memang selalu menarik untuk disimak.

Curhat memang bikin sehat, tapi kalau terlalu sering, jangan salah kalau teman-teman akan bilang kita cengeng atau lebay. Mungkin.

Wednesday, January 27, 2010

ANTARA ROY SURYO DAN RUBY ALAMSYAH

Akhir-akhir ini media kita seolah disibukkan dengan sosok Ruby Alamsyah yang tiba-tiba seolah menyeruak ditengah kasus Century yang makin tak jelas juntrungannya, dan kasus pembobolan ATM yang pelakunya disebut-sebut terkait jaringan internasional. Ruby Alamsyah seolah muncul dari “tiarapnya” selama ini terhadap kasus-kasus IT di negeri ini. Mungkin masih ada lagi sejumlah pakar IT lainnya yang sampai detik inipun sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Mungkin orang awam seperti saya serta-merta bergumam, ternyata masih ada toh pakar IT selain Roy Suryo (nah lho...). Hebatnya lagi Ruby ini ternyata mengantongi sejumlah sertifikat internasional yang singkatan-singkatannya itu cukup asing. O...ternyata... tidak hanya manusia yang membutuhkan uji forensik, perangkat keras juga membutuhkannya untuk keperluan rekonstruksi. Yang dilakukan Ruby saya banyangkan seperti sebuah reka ulang atau rekonstruksi bagaimana seorang maling pintar membobol ATM. Ini bisa diibaratkan bagaimana seorang maling biasa melakukan rekonstruksi terhadap apa yang diperbuatnya, misalnya maling komputer. Jadi apa yang salah dengan reka ulang? Rasanya tidak ada, kalau ada tutup saja acara-acara TV semacam Buser dan sejenisnya yang sarat dengan liputan investigasi dan rekonstruksi.

Indonesia ternyata menyimpan banyak SDM yang handal, tapi sayangnya mereka nirekspos, mungkin dasarnya mereka low profile, atau media massa kita yang tidak mau susah-susah mencari orang-orang yang kompeten selain yang sudah ada dan sudah berlangganan. Yah... tentunya ini jadi PR bagi para jurnalis ataupun redaktur sebuah media massa termasuk TV, koran , ataupun radio untuk terus menggalinya, tanpa diembel-embeli maunya yang gampang-gampang saja dan asal sudah terkenal. Mungkin.

Ada berita yang patut kita baca nih dari Metro TV:
Roy Suryo VS Ruby Alamsyah
Metro Hari Ini / Umum / Selasa, 26 Januari 2010 18:47 WIB
Metrotvnews.com, Depok: Kasus pembobolan dana nasabah ternyata membuka perseteruan antara pakar informasi teknologi, Roy Suryo dan Ruby Alamsyah, ahli IT perbankan. Ini berawal dari peragaan Ruby soal proses pembobolan dana nasabah melalui anjungan tunai mandiri (ATM). Terkait hal tersebut, Roy sempat mempertanyakan keahlian Ruby dalam bidang forensik IT. Lalu siapakah yang sebenarnya ahli dalam bidang IT?

Ruby Alamsyah adalah alumnus teknologi informasi dari Universitas Gunadarma di Depok, Jawa Barat. Ia meraih master dalam bidang yang sama dari Universitas Indonesia.

Sedangkan, Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo adalah sarjana komunikasi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Roy meraih gelar master dalam bidang perilaku dan promosi kesehatan di kampus yang sama.

Karier keduanya berbeda. Roy saat ini sudah menjadi Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Sebelumnya, Roy adalah pengajar dan pembicara di beberapa universitas serta konsultan internet dan video konferensi di Polda DIY.

Sedangkan, Ruby bergelut dibidang IT dan keamanan sistem selama 11 tahun serta Konsultan Forensik Kepolisian Indonesia dan Asia.

Aktivitas organisasi keduanya pun berbeda. Ruby aktif dalam organisasi internasional untuk investigasi kriminalitas dengan teknologi tinggi (HTCIA). Sedangkan, Roy aktif dalam Organisasi Masyarakat Telematika Indonesia dan Komunitas Fotografi.(*)

Monday, January 04, 2010

SIBUK MELIHAT YANG TERLALU BESAR DAN TERLALU JAUH.


Pagi ini begitu cerah. Aku duduk berteman kepulan asap rokok putih. Mataku tertuju pada pucuk daun pohon liar yang tumbuh di belakang kantor tempatku bekerja. Ada kupu-kupu coklat lurik-lurik putih bulat yang hinggap di pucuk daun yang segar menghijau. Dia hinggap disitu, kurang lebih sudah lima menit, sambil sesekali mengepak-ngepakkan sayapnya dengan pelan. Aku amati terus, dan mataku kini menggeser sedikit ke arah tembok pembatas yang letaknya tidak jauh dari sang kupu-kupu. Ada semut rangrang yang bergerak satu arah, beriringan, seolah konvoi panjang yang berjalan tertib, aman, dan terkendali.

Serta-merta aku mendongak ke atas, ada seekor tawon kecil yang terbang berputar-putar seolah mencari sesuatu yang hilang atau mungkin hanya sekedar sedang bermain-main. Cukup lama aku mengamati ketiga makhluk yang semula luput dari perhatianku. Toh semuanya hanyalah hewan-hewan kecil, semuanya punya kehidupan sendiri-sendiri. Tapi, entahlah kenapa saat ini aku begitu memperhatikan mereka.

Tiba-tiba mata batinku seolah membuka, bahwa ada hal-hal kecil yang seringkali kita tidak memperhatikannya. Kita mungkin seringkali disibukkan dengan hal-hal yang besar dan terlampau jauh. Padahal hal-hal kecil ini, jika diperhatikan dan dinikmati dengan seksama, tampak begitu indah, hijau, dan unik.

Kadang dengan mempunyai dua mata kita yang masih sehat inipun, seringkali kita tidak mensyukurinya. Mungkin karena sehari-hari disibukkan dengan menonton berita dan hiburan di TV, sibuk dengan buku-buku bacaan yang berat, dan sibuk dengan melihat hitung-hitungan angka yang membuat kerja otot-otot mata jadi sangat ekstra, dan akhirnya lelah.

Wajar kiranya jika dalam sebuah kesempatan, Gus Mus, kyai kharismatik teman baik Gus Dur (alm), membacakan puisi yang hanya terdiri dari empat kata, ”Tuhan, kami sangat sibuk”. Sebuah kalimat sederhana yang menyadarkan betapa kita seringkali melihat yang terlalu besar dan terlalu jauh. Pun dengan mata kita yang masih sehat ini. Mari mensyukurinya dengan sesekali menikmati gerakan-gerakan makhluk kecil yang ada di sekitar kita.

Google