Wednesday, April 16, 2008

KETIKA CINTA KEMBALI KE KHITOH


Cinta itu suci, cinta itu murni, cinta itu malu merah merona, cinta itu tersenyum simpul, cinta itu diam hanya anggukan tersamar, cinta itu menembus jantung menggetarkan batin, cinta itu rindu, cinta itu menancapkan sebuah nama di lubuk kalbu, cinta itu indah, cinta itu senyum, cinta itu mendebarkan, cinta itu sulit diungkapkan, cinta itu anugerah ilahiah, cinta itu sunatullah, cinta itu agung, cinta sejati itu hanya bersandar dan berpasrah pada kebesaran cinta-Nya.

Hari ini saya menulis tentang cinta, karena beberapa fenomena percintaan yang terjadi belakangan ini. Yang paling menarik bagi saya antara lain; fenomena boomingnya Ayat-ayat Cinta, dan yang paling aktual adalah pernikahan ketua MPR Ustadz Hidayat Nur Wahid. Sebenarnya ada satu lagi, yaitu kisah seorang teman yang tinggal di Istanbul Turki yang hari-harinya sedang dihujani dengan butiran-butiran merah muda bercahayakan cinta untuk seorang gadis teman kuliah (namanya sengaja saya tidak sebutkan demi privasinya, terlebih lagi dia begitu pemalu).

Dari ketiga fenomena percintaan yang saya ungkapkan di atas, terlihat adanya kesamaan; cinta diletakkan pada posisi sejatinya; begitu agung, suci, dan indah. Tidak ada proses pacaran yang terlalu lama, tidak ada sentuhan fisik, tidak ada pemaksaan kehendak, tidak ada amarah yang meledak-ledak, dan tidak ada kata cinta terucap. Yang ada hanyalah pergulatan batin sang tokoh, keinginan untuk menyempurnakan agama dan diri di hadapan Allah, dan hasrat untuk memiliki dengan tetap bersandar pada ridho dan kebesaran cinta-Nya. Sungguh indah tak terkira dan tak terlukiskan.

Pernah satu saat saya mendengar seorang teman berbicara seperti ini, “cinta sejati itu tidak ada!” Cinta sejati yang dimaksud adalah cinta antara dua manusia yang dimabuk asmara. Karena pada suatu saat, sangat mungkin dan pasti terjadi, cinta itu meluntur, memudar, kalau tidak padam sama sekali setelah melalui pertengkaran yang hebat, atau terpisahkan oleh ajal yang menjemput. Adapun cinta sejati seperti yang ada pada lirik-lirik lagu pop itu sebenarnya hanyalah demi kepentingan inustri dan budaya pop semata. Saya sangat setuju dengan pendapat teman saya yang musisi gitar lulusan ISI itu, bagaimanapun juga cinta sejati tidaklah bergaris horizontal, melainkan vertikal lurus dari jiwa-jiwa yang tenang penghuni bumi menuju Arasy ke hadlirat Allah SWT.

Saya di sini berpendapat momentum percintaan seperti tiga kisah cinta di atas, dapat membuka jalan yang sangat luas, lapang dan terang menuju kesejatian cinta bertahta. Memang benar kiranya, untuk membendung segala tipu daya gemerlap duniawi yang datang tak kunjung henti dan datang dengan genderang perang, semestinya disikapi dengan mengembalikan makna cinta yang sesungguhnya. Ini dapat terwujud ketika orang tua mengajari cinta Ilahi sejak dini, memagari anak dengan budi pekerti yang luhur dan norma-norma yang menjunjung tinggi kesalehan individu dan sosial. Sudah saatnya cinta kembali ke khitohnya yang suci, agung, dan indah.

Ketika hal ini sudah terjadi, bukan tidak mungkin Indonesia keluar dari urutan negara paling korup sedunia, akan makin sedikit kasus-kasus aborsi illegal buah pahit dari kecelakaan dan salahnya manajemen syahwat, makin sedikit pula kasus-kasus ibu yang tega membuang bayinya sendiri (naudzubillah!!!). Semoga makin bersih dan berjayalah pula negara ini nantinya. Semoga.

No comments:

Google