Monday, April 28, 2014

Antara Bilangan, Waktu dan Tuhan

Dalam pemikiran tidak ada istilah lancang. Karena pemikiran itu boleh saja liar, menembus batas-batas, bahkan boleh jadi menembus batas atau norma-norma agama yang diyakini. Ketika agama membatasi soal memikirkan Tuhan, pikiran dengan bebasnya bisa berontak dan justru dengan liarnya akan terus-menerus mencari, menyelidik, dan mengulik keberadaan-Nya, walaupun ujung-ujungnya akan terkapar seraya mengacungkan bendera putih tanda menyerah dan bergumam.."ok... aku menyerah dan tidak tahu". Tapi sebagai pemikir ulung, tentu tidak akan berhenti begitu saja, begitu ada kesempatan, ia akan terus berpikir dan berpikir sampai menemukan jawaban yang memuaskan, walaupun akhirnya pun masih harus menyerah dan menyerah lagi. Sungguh melelahkan tapi mengasyikan. Berbicara Tuhan harus mengambil resiko dikatakan orang sebagai sosok yang sok tahu. Tapi, percayalah lebih baik orang yang suka berpikir daripada tidak pernah berpikir, apalagi memikir-Nya. Coba kita tengok sebuah dalil yang intinya mengatakan bahwa tidak ada yang serupa dengan-Nya, berarti yang serupa itu makhluk bukan Tuhan semesta. Tuhan itu maha awal dan maha akhir, berarti jika ada yang berawal dan berakhir pasti itu bukan Tuhan. Pohon, hewan bahkan kita manusia ada awalnya yang disebut lahir atau tumbuh, pun ada akhirnya mati atau meninggal dunia. Lalu bagaimana dengan bilangan dan waktu? Dalam matematika kita mengenal ada hitung-hitungan berurut (bilangan) dari negatif-0-positif. Coba perhatikan berapakah angka awalnya, tidak ada kan kecuali kita yang mengada-adakan, misalnya negatif sembilan milyar trilyun. Begitupun bilangan positifnya, sama saja, tidak ada ujungnya, kecuali kita yang mengada-adakan ujungnya, misalnya sembilan koma sembilan sembilan trilyun tahun. Sementara Tuhan itu juga tak berawal dan tak berakhir. Sama seperti bilangan? Sifatnya dari segi ini memang sama, tak berawal tak berakhir, tapi dzat-Nya tentu saja tidak, karena tak ada satu pun makhluk yang menyerupai-Nya. Seperti halnya manusia juga punya sifat Tuhan, pengasih dan penyayang. Manusia pun bisa manjadi orang yang pengasih dan penyayang. Lalu, bagaimana dengan waktu? Waktu atau masa mempunyai kedudukan yang istimewa dalam setiap ajaran agama. Dalam Al Qur'an terdapat satu surat pendek yang khusus membahas tentang waktu (Al Ashr). ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr) Apakah sifat waktu? Hampir sama dengan bilangan, hanya saja manusia yang konstrasi di bidang ini banyak yang memiliki kemampuan membaca kejadian-kejadian terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Misalnya, ketika meneliti tentang bumi, fosil makhluk purba semacam dinosaurus, situs-situs purbakala, mereka dapat memperkirakan, sekali lagi hanya "memperkirakan" dengan kata lain hanya "mengira-ngira" kejadian atau usia temuan-temuannya. Pun ketika memprediksi sebuah peristiwa yang akan datang, misalnya tentang bencana alam atau cuaca, itu juga hanya sebuah perkiraan, walaupun dengan ilmu, tetap saja namanya "prakiraan". Jadi apakah waktu itu? Dia pun makhluk yang tunduk pada aturan-aturan Sang Penguasa Jagat Raya dan seisinya ini. Waktu tak bisa kembali dan konsisten dalam ketundukannya. Dia (waktu) terus berjalan, terus hidup entah sampai kapan. Saya jadi teringat pesan pakdhe saya "Nak...hargailah waktu"
Google